Di antaranya model asimetris, parsial, serta desentralisasi tingkat provinsi. ”Pokok permasalahan kebijakan otonomi pendidikan ini harus diselesaikan dengan baik,” papar Fathur Rochman. Selain itu,juga pada spesifikasi permasalahan pembiayaan, kurikulum, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, serta pengendalian mutu pendidikan.
Model pertama, yakni desentralisasi asimetris atau asymmetric autonomy memiliki ciri dengan pengelolaan, serta penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah disesuaikan kebutuhan di daerah. ”Artinya, tiap daerah dapat menjabarkan kewenangan pendidikan disesuaikan karakteristik yang ada pada daerah itu. Jadi, tiap daerah akan memiliki kebijakan pendidikan yang berbeda,” papar Fathur Rochman.
Model kedua, desentralisasi parsial atau partial autonomy memiliki asas perimbangan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah. Baik pada tingkat pusat, provinsi, maupun daerah tingkat kabupaten/ kota. ”Model ini hampir mirip model asimetris, hanya pada tingkat kabupaten/kota pemberlakuannya sama, tidak memiliki perbedaan,”ungkapnya.
Model ketiga, desentralisasi tingkat provinsi (province autonomy) yang memiliki kesimpulan, penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah ada pada kewenangan tingkat provinsi. ”Dengan begitu, pemerintahan di tingkat kabupaten/kota wajib mengacu apa yang sudah ditetapkan di tingkat provinsi tersebut,” ujarnya. susilo himawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar